BAB
III
ALAT
DAN METODE PENGUKURAN KUALITAS, SERTA IDENTIFIKASI MASALAH KUALITAS
Pengenalan data
dan variabilitas
Salah saatu elemen penting dari
manajemen kualitas terpadu (Total Quality Management) adalah membuat keputusan
berdasarkan data (fakta) bukan opini. Data diperoleh melalui pengukuran kinerja
kualitas.
Pengukuran
kinerja kualitas yang dilakukanoleh produsen akan sangat bermanfaat sebagai
langkah positif dalam memacu kinerja bisnis itu sendiri. Pengukuran kualitas
paling sedikit akan memberikan duamanfaat untuk pembuatan keputusan, yaitu
informasi tentang status kinerja bisnis saat sekarang, dan identifikasi untuk
pervaikan kinerja bisnis itu.
Secara
konseptual pengukuran kinerja dari perusahaan kelas dunia berfokus pasar dan pelanggan.
Secara sederhana sistem pengukuran kinerja terdiri dari dua elemen fungsional,
yaitu elemen komunikasi yang menghubungkan kebutuhan pelanggan dengan proses
bisnin dan umpan balik yang menghubungkan persepsi pelanggan tentanng kepuasan
yang diterima dari produk dan pelayanan yang diberikan oleh proses bisnis
dengan pemilik proses (orang yang bertanggung jawab dalam menendalikan dan
meningkatkan kinerja proses).
Kebutuhan
spesifik pelanggan dapat diterjemahkan secara tepat ke dalam karakteristik
kinerja yang ditetapkan oleh manajemen organissasi, selanjutnya karakteristik
kinerja itu diuni atau diperbandingkan terhadap karakteristik proses, untuk
mengetahui apakah karakteristik proses yang ada mampu memenuhi standar-standar
karakteristik kinerja yang telah ditetapkan itu. Pemahaman secara konseptual
terhadap sistem metric dalam pengukuran kinerja sangat memainkan peranan
penting untuk melaksanakan proyek peningkatan kinerja kualitas.
Pengukuran
proses-proses kerja menggunakan sistem metric merupakan satu-satunya cara untuk
meningkatkan kualitas, kepuasan pelanggan, keuntungan dan pertumbuhan
perusahaan sepanjang wakut. Peningkatan-peningkatan kinerja tidak dapat
dilakukan tanpa data.Produk dan pelayanan yang diberikan harus dapar
diterjemahkan ke dalam bentuk data kinerja. Melalui data kinerja yang
diringkaskan dan dilaporkan secara mudah, akan menciptakan pemahaman terhadap
kegagalan dan mengapa terjadi kegagalan itu.
Pengukuran yang dilakukan
terhadap performansi kualitas saja tidak cukup, tetapi perlu juga menganalisis
bagaimana keadaan dalam suatu proses berdasarkan dari hasil pengukuran kualitas
itu. Dalam konteks pengendalian proses statistikal, penting juga untuk
mengetahui bagaimana suatu proses itu bervariasi dalam menghasilkan output
sehingga dapat diambil tindakan-tindakan perbaikan terhadap proses itu secara
tepat.
Selain
mengacu kepada data yang harus diperoleh dalam melakukan pengukuran kualitas,
juga harus memperhatikan variabilitas data yang ada. Variabilitas adalah ketidakseragaman
dalam sistem produksi atau operasional sehingga menimbulkan perbedaan dalam
kualitas pada output (barang dan/atau jasa) yang dihasilkan. {Pada dasarnya
dikenal dua sumber atau penyebab timbulnya variabilitas, yang diklasifikasikan sebagai
berikut :
1.
Variabilitas penyebab khusus
(Special-causes variation) adalah kejadian-kejadian diluar sistem yang
mempengaruhi variasi dalam sistem. Penyebab khusus dapat bersumber dari
faktor-faktor : manusia, peralatan, material, lingkungan, metode kerja, dll.
Penyebab khusus ini mengambil pola-pola nonacak (non random paterns) sehingga dapat diidentifikasi/ditemukan, sebab
mereka tidak selalu aktif dalam proses tetapi memiliki pengaruh yang lebih kuat
pada proses sehingga menimbulkan variasi. Dalam konteks pengendalian proses
statistikal menggunakan peta-peta kendali atau kontrol (control charts), jenis variasi ini sering ditandai dengan
titik-titik pengamatan yang melewati atau keluar dari batas-batas pengendalian
yang didefinisikan (defined control limits).
2.
Variabilitas
penyebab umum (Common-causes Variation) adalah
faktor-faktor di dalam sistem atau yang melekat pada proses yang menyebabkan
timbulnya variasi dalam sistem serta hasil-hasilnya. Penyebab umum sering
disebut juga sebagai penyebab acak (random
causes) atau penyebab sistem (system
causes). Karena penyebab umum ini selalu melekat pada sistem, untuk
menghilangkan kita harus menelusuri elemen-elemen dalam sistem itu dan hanya
pihak manajemen yang dapat memperbaikinya, karena pihak manajemenlah yang
mengendalikan sistem itu. Dalam konteks pengendalian proses statistikal dengan
menggunakan peta-peta kendali atau kontrol (control
charts), jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan
yang berada dalam batas-batas pengendalian yang didefinisikan (defined control limits).
Suatu proses yang hanya mempunyai variabilitas
penyebab umum (common-causes variation)
yang mempengaruhi output atau outcomes merupakan proses yang stabil karena
penyebab sistem yang mempengaruhi variasi biasanya relatif stabil sepanjang
waktu. Variasi penyebab-umum dapat diperkirakan dalam batas-batas pengendalian
yang ditetapkan secara statistikal. Sedangkan apabila variasi penyebab-khusus
terjadi dalam proses, maka akan menyebabkan proses itu menjadi tidak stabil.
Upaya-upaya menghilangkan variasi penyebab-khusus akan membawa proses ke dalam
pengendalian statistikal.
Pemahaman dan pengendalian variasi merupakan inti dari
teori Deming. Dr. W. EdwardsDeming
menyatakan bahwa sasaran dan sasaran dari pengendalian kualitas adalah
mengurangi variasi sebanyak mungkin. Pendekatannya adalah menstandarisasikan
proses dengan cara bahwa setiap orang menggunakan prisedur kerja, material, dan
peralatan yang sama. Di samping itu pihak manajemen industri harus mempelajari
proses, mencari sumber-sumber potensial dari variasi, mengumpulkan variasi,
mengumpulkan data, dan kemudian menghilangkan variasi penyebab khusus.
Sedangkan variasi penyebab umum merupakan tiondakan konkret berikut sebagai
bkti komitmen dari manajemen industri untuk perbaikan proses terus menerus (continounsimprovement) setelah variasi
penyebab-khusus dihilangkan dari proses itu.
2.
Alat Untuk data Numerik dan Verbal
Terdapat beberapa alat yang sering
digunakan dalam memperbaiki kondisi perusahaan untuk dapat meningkatkan mutu
produk atau jasa yang dihasilkan. Teknik dan alat tersebut terbagi dalam 2
jenis, jenis pertama menggunakan data verbal, sedangkan jenis yang kedua
menggunakan data numerik. Beberapa alat perbaikan mutu yang menggunakan data
verbal, adalah sebagai berikut:
·
Flowchart adalah
gambaran skematik atau diagram yang menunjukkan seluruh langkah dalam suatu
proses dan menunjukkan bagaimana langkah tersebut saling berinteraksi satu sama
lain. Tujuan penggunaan flowchart adalah sebagai berikut:
1)
Memberikan pengertian dan petunjuk
tentang jalannya proses.
2)
Membandingkan proses sesungguhnya
dengan proses yang ideal.
3)
Mengetahui langkah-langkah yang
duplikatif dan langkah-langkah yang tidak perlu.
4)
Mengetahui dimana pengukuran dapat
dilakukan.
5)
Menggambarkan sistem secara
keseluruhan.
·
Brainstorming adalah cara
untuk memacu pemikiran kreatif guna mengumpulkan ide-ide dari suatu kelompok
dalam waktu yang relatif singkat. Ide dalam brainstorming dapat
digunakan untuk analisis selanjutnya. Alat yang sering membantu analisis
tersebut antara lain cause and effect diagram, affinity diagram,
dan tree diagram. Cause and effect diagram digunakan untuk
menganalisis persoalan dan faktor-faktor yang menimbulkan persoalan tersebut.
Diagram tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan sebab-sebab suatu persoalan.
Cause and effect diagram ini dikembangkan oleh Dr. Kaoru Ishikawa yang juga
disebut sebagai Ishikawa Diagram. Diagram tersebut juga disebut Fishbone
Diagram karena berbentuk seperti kerangka ikan.
·
Affinity diagram
dikembangkan oleh Jiro Kawakita pada tahun 1950-an dan sering menggunakan hasil
brainstorming untuk mengorganisasikan informasi sehingga mudah dipahami untuk
mengadakan perbaikan proses. Affinity diagram ini sangat berguna untuk
menyaring data yang berjumlah besar dan menciptakan pola pikir baru.
Terdapat enam macam alat yang
menggunakan data numerik, diantaranya adalah lembar pengamatan (check
sheet), diagram pareto (pareto chart), Histogram, diagram sebaran (Scatter
diagram), run chart, dan peta kontrol (control chart).
·
Check sheet adalah alat
yang sering digunakan untuk menghitung seberapa sering sesuatu itu terjadi dan
sering digunakan dalam pengumpulan dan pencatatan data. Data yang sudah terkumpul
tersebut kemudian dimasukkan ke dalam grafik seperti pareto chart
ataupun histogram untuk kemudian dilakukan analisis terhadap hasil tersebut.
·
Pareto chart merupakan
diagram yang dikembangkan oleh seorang ahli yang bernama Vilfredo Pareto. Pareto
chart adalah alat yang digunakan untuk membandingkan berbagai kategori
kejadian yang disusun menurut ukurannya untuk menentukan prioritas kategori
kejadian-kejadian atau sebab-sebab kejadian yang akan dianalisa, sehingga dapat
memusatkan perhatian pada sebab-sebab yang mempunyai dampak terbesar terhadap
kejadian tersebut.
·
Histogram adalah alat
yang digunakan untuk menunjukkan variasi data pengukuran dan variasi setiap
proses. Berbeda dengan pareto chart yang penyusunannya menurut urutan yang
memiliki proporsi terbesar hingga proporsi terkecil, histogram ini
penyusunannya tidak menggunakan urutan apapun.
·
Scatter diagram adalah
gambaran yang menunjukkan kemungkinan hubungan (korelasi) antara pasangan dua
variabel tersebut yang sering diwujudkan sebagai koefisien korelasi. Diagram
ini juga dapat digunakan untuk mencek apakah suatu variabel dapat digunakan
untuk mengganti variabel yang lain.
·
Run chart adalah
grafik yang menunjukkan variasi ukuran sepanjang waktu, kecenderungan, daur,
dan pola-pola lain dalam suatu proses, misalnya perubahan dalam proses dan
membandingkan performansi beberapa kelompok, tetapi tanpa menyebutkan
sebab-sebab terjadinya kecenderungan, daur, atau pola-pola tersebut.
·
Control chart adalah
grafik yang menyerupai run chart yang digunakan untuk menentukan apakah suatu
proses berada dalam in control atau out of control. Control limit
yang meliputi batas atas (upper control limit) dan batas bawah (lower
control limit) dapat membantu untuk menggambarkan performansi yang
diharapkan dari suatu proses, yang menunjukkan bahwa proses tersebut konsisten
(Dorothea, 1999).
Persyaratan
Kondisional pengukuran Kualitas
Salah satu
elemen penting dari manajemen kualitas terpadu (Total Quality Management =
TQM) adalah membuat keputusan berdasarkan pada opini. Data diperoleh
melalui pengukuran performa kualitas. Pengukuran performa kualitas yang
dilakukan oleh produsen akan sangat bermanfaat sebagai langkah positif guna
memacu performansi bisnis itu sendiri. Pengukuran kualitas paling sedikit akan
memberikan dua manfaat untuk pembuatan keputusan, yaitu: Informasi tentang
status performansi bisnis saat sekarang, dan Identifikasi untuk perbaikan
performansi bisnis itu.
Karena hasil
dari pengukuran kualitas akan menjadi landasan dalam membuat kebijakan
perbaikan kualitas secara keseluruhan dalam proses bisnis, maka kondisi yang
diperlukan untuk mendukung pengukuran kualitas yang sahih (valid) antara
lain adalah:
1.
Pengukuran harus dimulai pada
permulaan program. Berbagai masalah yang berkaitan
dengan kualitas serta peluang untuk memperbaikinya harus dirumuskan secara
jelas.
2.
Pengukuran
kualitas dilakukan pada sistem itu. Fokus dari
pengukuran kualitas terletak pada sistem secara keseluruhan. Pengukuran tidak
hanya diletakan pada proses akhir saja yang biasanya telah menghasilkan produk,
tetapi harus dimulai dari perencanaan awal pembuatan produk, selama proses
berlangsung, proses akhir yang menghasilkan output, bahkan sampai pada
penggunaan produk itu oleh pelanggan. Dengan demikian pengukuran kualitas
seyogjanya dimulai sejak adanya gagasan untuk membuat produk sampai masa
berakhir penggunaan produk itu.
3.
Pengukuran
kualitas seharusnya melibatkan semua individu yang terlibat dalamproses itu. Dengan demikian pengukuran kualitas bersifat partisipatif. Orang-orang
yang bekerja dalam proses harus memahami secara baik akan nilai pengukuran
kualitas dan bagaimana memperoleh nilai itu. Setiap orang harus dilibatkan
sehingga memberi hasil yang terbaik. Dengan demikian tanggung jawab pengukuran
kualitas berada pada semua orang yang terlibat dalam proses itu. Pelaksanaan
pengukuran kualitas boleh saja dilakukan oleh Departemen Kualitas atau suatu
tim yang dibentuk untuk maksud itu, tetapi pada dasarnya mereka hanya merupakan
koordinator saja. Karena pengukuran kualitas berorientasi pada proses kerja,
seyogjanya tanggungjawab dari pengukuran kualitas berada pada setiap individu
yang terlibat dalam proses kerja pada sistem itu.
4.
Pengukuran
seharusnya dapat memunculkan data, dimana
nantinya data itu dapat ditunjukkan atau ditampilkan dalam bentuk peta,
diagram, tabel, hasil perhitungan statistik, dan lain-lain. Data seharusnya
dipresentasikan dalam cara yang termudah.
5.
Pengukuran
kualitas yang menghasilkan informasi-informasi utrama seharusnyadicatat tanpa distorsi, yang berarti harus akurat.
6.
Perlu adanya
komitmen secara menyeluruh untuk pengukuran performansikualitas dan
perbaikannya. Kondisi ini sangat penting
sebelum aktivitas pengukuran kualitas mulai dilaksanakan.
7.
Program-program
pengukuran dan perbaikan kualitas seharusnya dapat dipecah-pecah atau diuraikan dalam batas-batas yang jelas sehingga tidak
tumpang tindih dengan program yang lain.
Pengukuran
kualitas dapat dilakukan pada tiga tingkat, yaitu: pada tingkat proses
(process level), tingkat output (output level), dan
tingkat outcome (outcome level).
Pengukuran pada
tingkat proses mengukur setiap langkah atau aktivitas dalam
proses dan karakteristik input yang diserahkan oleh pemasok (supplier)
yang mengendalikan karakteristik output yang diinginkan. Tujuan dari pengukuran
pada tingkat ini adalah mengindentifikasikan perilaku yang mengatur setiap
langkah dalam proses, dan menggunakan ukuran-ukuran ini untuk mengendalikan
operasi serta memperkirakan output yang akan dihasilkan sebelum output itu
diproduksi atau diserahkan ke pelanggan. Beberapa contoh ukuran pada tingkat
proses yang menggambarkan kualitas adalah: lama waktu menjawab panggilan
telepon, banyaknya panggilan telepon yang tidak dikembalikan ke pelanggan,
konformasi terhadap waktu penyerahan yang dijanjikan, presentase material cacat
yang diterima dari pemasok, siklus waktu produk (product cycle times),
banyaknya inventori barang setengah jadi (work-in-process inventory),
dan lain-lain.
Pengukuran pada
tingkat output mengukur karakteristik output yang dihasilkan
dibandingkan dengan spesifikasi karakteristik yang diinginkan pelanggan.
Beberapa contoh ukuran pada tingkat output adalah banyaknya unit output yang
tidak memenuhi spesifikasi tertentu yang ditetapkan (banyak produk cacat),
tingkat efektivitas dan efisiensi produksi, kualitas dari produk yang
dihasilkan, dan lain-lain.
Pengukuran pada
tingkat outcome mengukur bagaimana baiknya suatu produk memenuhi
kebutuhan dan ekspektasi pelanggan, jadi mengukur tingkat kepuasan pelanggan
dalam mengkonsumsi produk yang diserahkan. Pengukuran pada tingkat outcome merupakan tingkat tertinggi dalam
pengukuran kualitas. Beberapa contoh ukuran pada tingkat outcome adalah:
banyaknya keluhan pelanggan yang diterima, banyaknya produk yang dikembalikan
oleh pelanggan, tingkat ketepatan waktu penyerahan produk sesuai dengan waktu
yang dijanjikan, dan lain-lain.
Pengukuran
Performansi Kualitas
Pada dasarnya suatu
pengukuran performansi kualitas dapat dilakukan pada tiga tingkat, yaitu : pada
tingkat proses (proses level),
tingkat output (output level), dan
tingkat outcome (outcomelevel).
Pengendalian proses statistikal (Statistical
Process Control = SPC) dapat diterapkan pada ketiga tingkat pengukuran
performasi kualitas itu. Ketiga tingkat pengukuran performansi kualitas
tersebut adalah :
a. Pengukuran pada tingkat proses, yang mengukur setiap
langkah atau aktivitas dalam proses dan karakteristik input yang diserahkan oleh
pemasok (supllier) yang mengendalikan karakteristik output yang diinginkan.
Tujuan dari pengukuran pada tingkat ini adalah mengidentifikasi perilaku yang
mengatur setiap langkah dalam proses, dan menggunakan ukuran-ukuran ini untuk
mengendalikan operasi serta memperkirakan output yang akan dihasilkan sebelum
output itu diproduksi atau diserahkan ke pelanggan. Beberapa contoh ukuran pada
tingkat proses yang menggambarkan performansi kualitas adalah : lama waktu
menjawab panggilan telepon, banyaknya panggilan telepon yang tidak dikembalikan
ke pelanggan, konfirmasi terhadap waktu penyerahan yang dijanjikan,
persentasematerial cacat yang diterima dari pemasok, siklus waktu produk (product cycle times), banyaknya
inventori barang setengah jadi (work-in-processinventory),
dan lain-lain.
b. Pengukuran pada tingkat output, yangmengukur
karakteristik output yang dihasilkan dibandingkan terhadap spesifikasi
karakteristikyang diinginkan pelanggan. Beberapa contoh ukuran pada tingkat
output adalah banyaknya unit produk yang tidak memenuhi spesifikasi tertentu
yang ditetapkan (banyaknya produk cacat), tingkat efektivitas dan efisiensi
produksi, karakteristik kualitas dari produk yang dihasilkan, dan lain-lain.
c. Pengukuran pada tingkat outcome, yang mengukur bagaimana
baiknya suatu produk yang memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan, jadi
mengukur tingkat kepuasan pelanggan dalam mengkonsumsi produk yang diserahkan.
Pengukuran pada tingkat outcome merupakan tingkat tertinggi dalam performansi
kualitas. Beberapa contoh ukuran pada tingkat tertinggi dalam pengukuran
performansi kualitas. Beberapa contoh ukuran pada tingkat outcome adalah :
banyaknya keluhan pelanggan yang diterima, banyaknya produk yang dikenbalikan
oleh pelangan, tingkat ketepatan waktu sesuai dengan waktu yang dijanjikan, dan lain-lain.
Aspek-Aspek
Yang Perlu Diukur Dalam Pengukuran Kualitas
Dalam
melaksanakan pengukuran performansi kualitas, pada dasarnya harus memperhatikan
aspek internal dan aspek eksternal dari suatu organisasi. Dalam organisasi
bisnis, aspek internal dapat berupa tingkat kecacatan produk, biaya-biaya
karena kualitas jelek (non-quality costs) seperti pekerjaan ulang, cacat
dan lain-lain, sedangkan aspek eksternal dapat berupa kepuasan pelanggan,
pangsa pasar (market share), dan lain-lain. Pada perusahaan yang telah
maju biasanya melaksanakan program riset kepuasan pelanggan, di mana
hasil-hasil dari riset itu akan dipergunakan untuk mendukung manajemen puncak
dalam mengambil keputusan-keputusan strategis guna menyamakan tujuan dari
perusahaan itu dengan keinginan pelanggan.
Contoh yang
baik mengenai keterlibatan manajemen puncak dalam riset kepuasan pelanggan
adalah Total Quality Fitness Review (TQFR) yang dilakukan oleh
Westinghouse Electric Corp. Metode TQFR melibatkan seluruh karyawan internal
dalam proses wawancara yang mengukur dari setiap divisi untuk dibandingkan
terhadap performansi kualitas total dari perusahaan. Komitmen manajemen
terhadap proyek riset kepuasan pelanggan oleh Westinghouse Electric Corp. ditandai
dengan gugus tugas yang mengatur kelangsungan proyek. Gugus tugas itu terdiri
dari anggota-anggota manajemen senior. Riset kepuasan pelanggan sebagai suatu
alat untuk menjaring informasi tentang keinginan pelanggan, harus
dirancang mengikuti beberapa aspek berikut:
·
Riset harus
berfokus pada harapan pelanggan yang berkaitan
dengan kualitas dan jenis produk yang diinginkan serta persepsi pelanggan
tentang apa yang pelanggan yakini akan diperolehnya kalau mereka mengkonsumsi
produk itu, bukan pada persepsi produsen (perusahaan) terhadap apa yang sedang
ditawarkannya.
·
Riset harus
berfokus pada kualitas dari produk, bukan pada
kesalahan-kesalahan individual atau perusahaan.
·
Seluruh
karyawan harus dilibatkan dalam
mengembangkan ukuran-ukuran kepuasan pelanggan sehingga ukuran-ukuran itu akan
menjadi lebih relevan dengan pekerjaan mereka sehari-hari.
·
Data kualitatif
dan kuantitatif harus dikumpulkan.
·
Pertanyaan-pertanyaan
dalam survai atau wawancara harus spesifik serta bersifat mudah untuk mengumpulkan dan mencatat data itu.
·
Instrumen riset
harus dirancang sedemikian rupa sehingga
manajemen dan/atau karyawan dapat mengambil tindakan berdasarkan hasil dari
riset itu.
·
Penghargaan
atau sistem insentif terhadap
perubahan positif yang didasarkan pada hasil-hasil dari survai harus konkrit
dan cukup berharga atau bernilai.
Pengukuran yang dilakukan
seharusnya mempertimbangkan setiap aspek dari proses operasional yang
mempengaruhi persepsi pelanggan tentang nilai kualitas. Melalui suatu survai
pendahuluan yang bersifat eksploratif, dapat diidentifikasi semua atribut
produk yang menentukan kepuasan pelanggan dan persepsi pelanggan tentang nilai
kualitas dari produk itu. Atribut-atribut ini kemudian merupakan basis dari
instrumen riset. Atribut-atribut yang sesuai dalam pengukuran akan berbeda
untuk setiap perusahaan, tetapi pada umumnya atribut yang dipertimbangkan dalam
pengukuran kualitas adalah sebagai berikut:
1.
Kualitas produk, yang mencakup:
a.
Performansi
(performance), berkaitan dengan aspek
fungsional dari produk itu.
b.
Features, berkaitan dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya.
c.
Keandalan (reliability),
berkaitan dengan tingkat kegagalan dalam penggunaan produk itu.
d.
Serviceability, berkaitan dengan kemudahan dan ongkos perbaikan.
e.
Konformansi
(conformance), berkaitan dengan tingkat
kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya
berdasarkan keinginan pelanggan.
f.
Durability, berkaitan dengan daya tahan atau masa pakai dari produk itu.
g.
Estetika
(aesthetics), berkaitan dengan desain dan
pembungkusan dari produk itu.
h.
Kualitas yang
dirasakan (perceived quality)
bersifat subjektif, berkaitan dengan perasaan pelanggan dalam mengkonsumsi
produk itu seperti: meningkatkan harga diri, moral, dan lain-lain.
2.
Dukungan
purna-jual terutama yang berkaitan dengan
waktu penyerahan dan bantuan yang diberikan, mencakup beberapa hal berikut:
a.
Kecepatan penyerahan, berkaitan
dengan lamanya waktu antara waktu pelanggan memesan produk dan waktu penyerahan
produk itu.
b.
Konsistensi, berkaitan
dengan kemampuan memenuhi jadwal yang dijanjikan.
c.
Tingkat pemenuhan pesanan, berkaitan
dengan kelengkapan dari pesanan-pesanan yang dikirim.
d.
Informasi, berkaitan
dengan status pesanan.
e.
Tanggapan dalam
keadaan darurat, berkaitan dengan kemampuan
menangani permintaan-permintaan non standar yang bersifat tiba-tiba.
f.
Kebijakan pengembalian, berkaitan dengan prosedur menangani barang-barang rusak yang dikembalikan
pelanggan.
3.
Interaksi
antara karyawan (pekerja) dan pelanggan, mencakup:
a.
Ketepatan waktu, berkaitan dengan kecepatan memberikan tanggapan terhadap
keperluan-keperluan pelanggan.
b.
Penampilan
karyawan, berkaitan dengan kebersihan dan
kecocokan dalam berpakaian.
c.
Kesopanan dan
tanggapan terhadap keluhan-keluhan, berkaiatan
dengan bantuan yang diberikan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang diajukan
pelanggan.
Di samping berbagai atribut utama
di atas, setiap organisasi bisnis seharusnya mengevaluasi elemen-elemen kunci
dari operasi yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. Sebagai contoh, Uniroyal’s
Rubber Division dalam membuat ranking terhadap pemasoknya (suppliers)
berdasarkan pada: 40% aspek kualitas, 25% aspek harga, 20% aspek ketepatan
waktu penyerahan, dan 15% aspek pelayanan (Schonberger, 1986). Sebagai contoh
terlampir dikemukakan daftar pertanyaan dari beberapa perusahaan yang secara
khusus dipergunakan untuk mengukur performansi kualitas.
.
No comments:
Post a Comment