Tuesday, 8 November 2016

ALAT DAN METODE PENGUKURAN KUALITAS MATERI KE TIGA.



BAB III
ALAT DAN METODE PENGUKURAN KUALITAS, SERTA IDENTIFIKASI MASALAH KUALITAS



  
Pengenalan data dan variabilitas
Salah saatu elemen penting dari manajemen kualitas terpadu (Total Quality Management) adalah membuat keputusan berdasarkan data (fakta) bukan opini. Data diperoleh melalui pengukuran kinerja kualitas.
Pengukuran kinerja kualitas yang dilakukanoleh produsen akan sangat bermanfaat sebagai langkah positif dalam memacu kinerja bisnis itu sendiri. Pengukuran kualitas paling sedikit akan memberikan duamanfaat untuk pembuatan keputusan, yaitu informasi tentang status kinerja bisnis saat sekarang, dan identifikasi untuk pervaikan kinerja bisnis itu.
Secara konseptual pengukuran kinerja dari perusahaan kelas dunia berfokus pasar dan pelanggan. Secara sederhana sistem pengukuran kinerja terdiri dari dua elemen fungsional, yaitu elemen komunikasi yang menghubungkan kebutuhan pelanggan dengan proses bisnin dan umpan balik yang menghubungkan persepsi pelanggan tentanng kepuasan yang diterima dari produk dan pelayanan yang diberikan oleh proses bisnis dengan pemilik proses (orang yang bertanggung jawab dalam menendalikan dan meningkatkan kinerja proses).

Kebutuhan spesifik pelanggan dapat diterjemahkan secara tepat ke dalam karakteristik kinerja yang ditetapkan oleh manajemen organissasi, selanjutnya karakteristik kinerja itu diuni atau diperbandingkan terhadap karakteristik proses, untuk mengetahui apakah karakteristik proses yang ada mampu memenuhi standar-standar karakteristik kinerja yang telah ditetapkan itu. Pemahaman secara konseptual terhadap sistem metric dalam pengukuran kinerja sangat memainkan peranan penting untuk melaksanakan proyek peningkatan kinerja kualitas.

Pengukuran proses-proses kerja menggunakan sistem metric merupakan satu-satunya cara untuk meningkatkan kualitas, kepuasan pelanggan, keuntungan dan pertumbuhan perusahaan sepanjang wakut. Peningkatan-peningkatan kinerja tidak dapat dilakukan tanpa data.Produk dan pelayanan yang diberikan harus dapar diterjemahkan ke dalam bentuk data kinerja. Melalui data kinerja yang diringkaskan dan dilaporkan secara mudah, akan menciptakan pemahaman terhadap kegagalan dan mengapa terjadi kegagalan itu.
Pengukuran yang dilakukan terhadap performansi kualitas saja tidak cukup, tetapi perlu juga menganalisis bagaimana keadaan dalam suatu proses berdasarkan dari hasil pengukuran kualitas itu. Dalam konteks pengendalian proses statistikal, penting juga untuk mengetahui bagaimana suatu proses itu bervariasi dalam menghasilkan output sehingga dapat diambil tindakan-tindakan perbaikan terhadap proses itu secara tepat.
Selain mengacu kepada data yang harus diperoleh dalam melakukan pengukuran kualitas, juga harus memperhatikan variabilitas data yang ada. Variabilitas adalah ketidakseragaman dalam sistem produksi atau operasional sehingga menimbulkan perbedaan dalam kualitas pada output (barang dan/atau jasa) yang dihasilkan. {Pada dasarnya dikenal dua sumber atau penyebab timbulnya variabilitas, yang diklasifikasikan sebagai berikut :
1.      Variabilitas penyebab khusus (Special-causes variation) adalah kejadian-kejadian diluar sistem yang mempengaruhi variasi dalam sistem. Penyebab khusus dapat bersumber dari faktor-faktor : manusia, peralatan, material, lingkungan, metode kerja, dll. Penyebab khusus ini mengambil pola-pola nonacak (non random paterns) sehingga dapat diidentifikasi/ditemukan, sebab mereka tidak selalu aktif dalam proses tetapi memiliki pengaruh yang lebih kuat pada proses sehingga menimbulkan variasi. Dalam konteks pengendalian proses statistikal menggunakan peta-peta kendali atau kontrol (control charts), jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan yang melewati atau keluar dari batas-batas pengendalian yang didefinisikan (defined control limits).
2.      Variabilitas penyebab umum (Common-causes Variation) adalah faktor-faktor di dalam sistem atau yang melekat pada proses yang menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem serta hasil-hasilnya. Penyebab umum sering disebut juga sebagai penyebab acak (random causes) atau penyebab sistem (system causes). Karena penyebab umum ini selalu melekat pada sistem, untuk menghilangkan kita harus menelusuri elemen-elemen dalam sistem itu dan hanya pihak manajemen yang dapat memperbaikinya, karena pihak manajemenlah yang mengendalikan sistem itu. Dalam konteks pengendalian proses statistikal dengan menggunakan peta-peta kendali atau kontrol (control charts), jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan yang berada dalam batas-batas pengendalian yang didefinisikan (defined control limits).

Suatu proses yang hanya mempunyai variabilitas penyebab umum (common-causes variation) yang mempengaruhi output atau outcomes merupakan proses yang stabil karena penyebab sistem yang mempengaruhi variasi biasanya relatif stabil sepanjang waktu. Variasi penyebab-umum dapat diperkirakan dalam batas-batas pengendalian yang ditetapkan secara statistikal. Sedangkan apabila variasi penyebab-khusus terjadi dalam proses, maka akan menyebabkan proses itu menjadi tidak stabil. Upaya-upaya menghilangkan variasi penyebab-khusus akan membawa proses ke dalam pengendalian statistikal.
Pemahaman dan pengendalian variasi merupakan inti dari teori Deming. Dr. W. EdwardsDeming menyatakan bahwa sasaran dan sasaran dari pengendalian kualitas adalah mengurangi variasi sebanyak mungkin. Pendekatannya adalah menstandarisasikan proses dengan cara bahwa setiap orang menggunakan prisedur kerja, material, dan peralatan yang sama. Di samping itu pihak manajemen industri harus mempelajari proses, mencari sumber-sumber potensial dari variasi, mengumpulkan variasi, mengumpulkan data, dan kemudian menghilangkan variasi penyebab khusus. Sedangkan variasi penyebab umum merupakan tiondakan konkret berikut sebagai bkti komitmen dari manajemen industri untuk perbaikan proses terus menerus (continounsimprovement) setelah variasi penyebab-khusus dihilangkan dari proses itu.

2. Alat Untuk data Numerik dan Verbal
Terdapat beberapa alat yang sering digunakan dalam memperbaiki kondisi perusahaan untuk dapat meningkatkan mutu produk atau jasa yang dihasilkan. Teknik dan alat tersebut terbagi dalam 2 jenis, jenis pertama menggunakan data verbal, sedangkan jenis yang kedua menggunakan data numerik. Beberapa alat perbaikan mutu yang menggunakan data verbal, adalah sebagai berikut:
·         Flowchart adalah gambaran skematik atau diagram yang menunjukkan seluruh langkah dalam suatu proses dan menunjukkan bagaimana langkah tersebut saling berinteraksi satu sama lain. Tujuan penggunaan flowchart adalah sebagai berikut:
1)      Memberikan pengertian dan petunjuk tentang jalannya proses.
2)      Membandingkan proses sesungguhnya dengan proses yang ideal.
3)      Mengetahui langkah-langkah yang duplikatif dan langkah-langkah yang tidak perlu.
4)      Mengetahui dimana pengukuran dapat dilakukan.
5)      Menggambarkan sistem secara keseluruhan.
·         Brainstorming adalah cara untuk memacu pemikiran kreatif guna mengumpulkan ide-ide dari suatu kelompok dalam waktu yang relatif singkat. Ide dalam brainstorming dapat digunakan untuk analisis selanjutnya. Alat yang sering membantu analisis tersebut antara lain cause and effect diagram, affinity diagram, dan tree diagram. Cause and effect diagram digunakan untuk menganalisis persoalan dan faktor-faktor yang menimbulkan persoalan tersebut. Diagram tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan sebab-sebab suatu persoalan. Cause and effect diagram ini dikembangkan oleh Dr. Kaoru Ishikawa yang juga disebut sebagai Ishikawa Diagram. Diagram tersebut juga disebut Fishbone Diagram karena berbentuk seperti kerangka ikan.
·         Affinity diagram dikembangkan oleh Jiro Kawakita pada tahun 1950-an dan sering menggunakan hasil brainstorming untuk mengorganisasikan informasi sehingga mudah dipahami untuk mengadakan perbaikan proses. Affinity diagram ini sangat berguna untuk menyaring data yang berjumlah besar dan menciptakan pola pikir baru.

Terdapat enam macam alat yang menggunakan data numerik, diantaranya adalah lembar pengamatan (check sheet), diagram pareto (pareto chart), Histogram, diagram sebaran (Scatter diagram), run chart, dan peta kontrol (control chart).
·         Check sheet adalah alat yang sering digunakan untuk menghitung seberapa sering sesuatu itu terjadi dan sering digunakan dalam pengumpulan dan pencatatan data. Data yang sudah terkumpul tersebut kemudian dimasukkan ke dalam grafik seperti pareto chart ataupun histogram untuk kemudian dilakukan analisis terhadap hasil tersebut.
·         Pareto chart merupakan diagram yang dikembangkan oleh seorang ahli yang bernama Vilfredo Pareto. Pareto chart adalah alat yang digunakan untuk membandingkan berbagai kategori kejadian yang disusun menurut ukurannya untuk menentukan prioritas kategori kejadian-kejadian atau sebab-sebab kejadian yang akan dianalisa, sehingga dapat memusatkan perhatian pada sebab-sebab yang mempunyai dampak terbesar terhadap kejadian tersebut.
·         Histogram adalah alat yang digunakan untuk menunjukkan variasi data pengukuran dan variasi setiap proses. Berbeda dengan pareto chart yang penyusunannya menurut urutan yang memiliki proporsi terbesar hingga proporsi terkecil, histogram ini penyusunannya tidak menggunakan urutan apapun.
·         Scatter diagram adalah gambaran yang menunjukkan kemungkinan hubungan (korelasi) antara pasangan dua variabel tersebut yang sering diwujudkan sebagai koefisien korelasi. Diagram ini juga dapat digunakan untuk mencek apakah suatu variabel dapat digunakan untuk mengganti variabel yang lain.
·         Run chart adalah grafik yang menunjukkan variasi ukuran sepanjang waktu, kecenderungan, daur, dan pola-pola lain dalam suatu proses, misalnya perubahan dalam proses dan membandingkan performansi beberapa kelompok, tetapi tanpa menyebutkan sebab-sebab terjadinya kecenderungan, daur, atau pola-pola tersebut.
·         Control chart adalah grafik yang menyerupai run chart yang digunakan untuk menentukan apakah suatu proses berada dalam in control atau out of control. Control limit yang meliputi batas atas (upper control limit) dan batas bawah (lower control limit) dapat membantu untuk menggambarkan performansi yang diharapkan dari suatu proses, yang menunjukkan bahwa proses tersebut konsisten (Dorothea, 1999).

Persyaratan Kondisional pengukuran Kualitas
Salah satu elemen penting dari manajemen kualitas terpadu (Total Quality Management = TQM) adalah membuat keputusan berdasarkan pada opini. Data diperoleh melalui pengukuran performa kualitas. Pengukuran performa kualitas yang dilakukan oleh produsen akan sangat bermanfaat sebagai langkah positif guna memacu performansi bisnis itu sendiri. Pengukuran kualitas paling sedikit akan memberikan dua manfaat untuk pembuatan keputusan, yaitu: Informasi tentang status performansi bisnis saat sekarang, dan Identifikasi untuk perbaikan performansi bisnis itu.
Karena hasil dari pengukuran kualitas akan menjadi landasan dalam membuat kebijakan perbaikan kualitas secara keseluruhan dalam proses bisnis, maka kondisi yang diperlukan untuk mendukung pengukuran kualitas yang sahih (valid) antara lain adalah:
1.      Pengukuran harus dimulai pada permulaan program. Berbagai masalah yang berkaitan dengan kualitas serta peluang untuk memperbaikinya harus dirumuskan secara jelas.
2.      Pengukuran kualitas dilakukan pada sistem itu. Fokus dari pengukuran kualitas terletak pada sistem secara keseluruhan. Pengukuran tidak hanya diletakan pada proses akhir saja yang biasanya telah menghasilkan produk, tetapi harus dimulai dari perencanaan awal pembuatan produk, selama proses berlangsung, proses akhir yang menghasilkan output, bahkan sampai pada penggunaan produk itu oleh pelanggan. Dengan demikian pengukuran kualitas seyogjanya dimulai sejak adanya gagasan untuk membuat produk sampai masa berakhir penggunaan produk itu.
3.      Pengukuran kualitas seharusnya melibatkan semua individu yang terlibat dalamproses itu. Dengan demikian pengukuran kualitas bersifat partisipatif. Orang-orang yang bekerja dalam proses harus memahami secara baik akan nilai pengukuran kualitas dan bagaimana memperoleh nilai itu. Setiap orang harus dilibatkan sehingga memberi hasil yang terbaik. Dengan demikian tanggung jawab pengukuran kualitas berada pada semua orang yang terlibat dalam proses itu. Pelaksanaan pengukuran kualitas boleh saja dilakukan oleh Departemen Kualitas atau suatu tim yang dibentuk untuk maksud itu, tetapi pada dasarnya mereka hanya merupakan koordinator saja. Karena pengukuran kualitas berorientasi pada proses kerja, seyogjanya tanggungjawab dari pengukuran kualitas berada pada setiap individu yang terlibat dalam proses kerja pada sistem itu.
4.      Pengukuran seharusnya dapat memunculkan data, dimana nantinya data itu dapat ditunjukkan atau ditampilkan dalam bentuk peta, diagram, tabel, hasil perhitungan statistik, dan lain-lain. Data seharusnya dipresentasikan dalam cara yang termudah.
5.      Pengukuran kualitas yang menghasilkan informasi-informasi utrama seharusnyadicatat tanpa distorsi, yang berarti harus akurat.
6.      Perlu adanya komitmen secara menyeluruh untuk pengukuran performansikualitas dan perbaikannya. Kondisi ini sangat penting sebelum aktivitas pengukuran kualitas mulai dilaksanakan.
7.      Program-program pengukuran dan perbaikan kualitas seharusnya dapat dipecah-pecah atau diuraikan dalam batas-batas yang jelas sehingga tidak tumpang tindih dengan program yang lain.

Pengukuran kualitas dapat dilakukan pada tiga tingkat, yaitu: pada tingkat proses (process level), tingkat output (output level), dan tingkat outcome (outcome level).

Pengukuran pada tingkat proses mengukur setiap langkah atau aktivitas dalam proses dan karakteristik input yang diserahkan oleh pemasok (supplier) yang mengendalikan karakteristik output yang diinginkan. Tujuan dari pengukuran pada tingkat ini adalah mengindentifikasikan perilaku yang mengatur setiap langkah dalam proses, dan menggunakan ukuran-ukuran ini untuk mengendalikan operasi serta memperkirakan output yang akan dihasilkan sebelum output itu diproduksi atau diserahkan ke pelanggan. Beberapa contoh ukuran pada tingkat proses yang menggambarkan kualitas adalah: lama waktu menjawab panggilan telepon, banyaknya panggilan telepon yang tidak dikembalikan ke pelanggan, konformasi terhadap waktu penyerahan yang dijanjikan, presentase material cacat yang diterima dari pemasok, siklus waktu produk (product cycle times), banyaknya inventori barang setengah jadi (work-in-process inventory), dan lain-lain.
Pengukuran pada tingkat output mengukur karakteristik output yang dihasilkan dibandingkan dengan spesifikasi karakteristik yang diinginkan pelanggan. Beberapa contoh ukuran pada tingkat output adalah banyaknya unit output yang tidak memenuhi spesifikasi tertentu yang ditetapkan (banyak produk cacat), tingkat efektivitas dan efisiensi produksi, kualitas dari produk yang dihasilkan, dan lain-lain.
Pengukuran pada tingkat outcome mengukur bagaimana baiknya suatu produk memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan, jadi mengukur tingkat kepuasan pelanggan dalam mengkonsumsi produk yang diserahkan. Pengukuran pada tingkat outcome merupakan tingkat tertinggi dalam pengukuran kualitas. Beberapa contoh ukuran pada tingkat outcome adalah: banyaknya keluhan pelanggan yang diterima, banyaknya produk yang dikembalikan oleh pelanggan, tingkat ketepatan waktu penyerahan produk sesuai dengan waktu yang dijanjikan, dan lain-lain.

Pengukuran Performansi Kualitas
Pada dasarnya suatu pengukuran performansi kualitas dapat dilakukan pada tiga tingkat, yaitu : pada tingkat proses (proses level), tingkat output (output level), dan tingkat outcome (outcomelevel). Pengendalian proses statistikal (Statistical Process Control = SPC) dapat diterapkan pada ketiga tingkat pengukuran performasi kualitas itu. Ketiga tingkat pengukuran performansi kualitas tersebut adalah :
a. Pengukuran pada tingkat proses, yang mengukur setiap langkah atau aktivitas dalam proses dan karakteristik input yang diserahkan oleh pemasok  (supllier) yang mengendalikan karakteristik output yang diinginkan. Tujuan dari pengukuran pada tingkat ini adalah mengidentifikasi perilaku yang mengatur setiap langkah dalam proses, dan menggunakan ukuran-ukuran ini untuk mengendalikan operasi serta memperkirakan output yang akan dihasilkan sebelum output itu diproduksi atau diserahkan ke pelanggan. Beberapa contoh ukuran pada tingkat proses yang menggambarkan performansi kualitas adalah : lama waktu menjawab panggilan telepon, banyaknya panggilan telepon yang tidak dikembalikan ke pelanggan, konfirmasi terhadap waktu penyerahan yang dijanjikan, persentasematerial cacat yang diterima dari pemasok, siklus waktu produk (product cycle times), banyaknya inventori barang setengah jadi (work-in-processinventory), dan lain-lain.
b. Pengukuran pada tingkat output, yangmengukur karakteristik output yang dihasilkan dibandingkan terhadap spesifikasi karakteristikyang diinginkan pelanggan. Beberapa contoh ukuran pada tingkat output adalah banyaknya unit produk yang tidak memenuhi spesifikasi tertentu yang ditetapkan (banyaknya produk cacat), tingkat efektivitas dan efisiensi produksi, karakteristik kualitas dari produk yang dihasilkan, dan lain-lain.
c. Pengukuran pada tingkat outcome, yang mengukur bagaimana baiknya suatu produk yang memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan, jadi mengukur tingkat kepuasan pelanggan dalam mengkonsumsi produk yang diserahkan. Pengukuran pada tingkat outcome merupakan tingkat tertinggi dalam performansi kualitas. Beberapa contoh ukuran pada tingkat tertinggi dalam pengukuran performansi kualitas. Beberapa contoh ukuran pada tingkat outcome adalah : banyaknya keluhan pelanggan yang diterima, banyaknya produk yang dikenbalikan oleh pelangan, tingkat ketepatan waktu sesuai dengan waktu yang dijanjikan, dan lain-lain.

Aspek-Aspek Yang Perlu Diukur Dalam Pengukuran Kualitas

Dalam melaksanakan pengukuran performansi kualitas, pada dasarnya harus memperhatikan aspek internal dan aspek eksternal dari suatu organisasi. Dalam organisasi bisnis, aspek internal dapat berupa tingkat kecacatan produk, biaya-biaya karena kualitas jelek (non-quality costs) seperti pekerjaan ulang, cacat dan lain-lain, sedangkan aspek eksternal dapat berupa kepuasan pelanggan, pangsa pasar (market share), dan lain-lain. Pada perusahaan yang telah maju biasanya melaksanakan program riset kepuasan pelanggan, di mana hasil-hasil dari riset itu akan dipergunakan untuk mendukung manajemen puncak dalam mengambil keputusan-keputusan strategis guna menyamakan tujuan dari perusahaan itu dengan keinginan pelanggan.

Contoh yang baik mengenai keterlibatan manajemen puncak dalam riset kepuasan pelanggan adalah Total Quality Fitness Review (TQFR) yang dilakukan oleh Westinghouse Electric Corp. Metode TQFR melibatkan seluruh karyawan internal dalam proses wawancara yang mengukur dari setiap divisi untuk dibandingkan terhadap performansi kualitas total dari perusahaan. Komitmen manajemen terhadap proyek riset kepuasan pelanggan oleh Westinghouse Electric Corp. ditandai dengan gugus tugas yang mengatur kelangsungan proyek. Gugus tugas itu terdiri dari anggota-anggota manajemen senior. Riset kepuasan pelanggan sebagai suatu alat untuk menjaring informasi tentang keinginan pelanggan, harus dirancang mengikuti beberapa aspek berikut:
·         Riset harus berfokus pada harapan pelanggan yang berkaitan dengan kualitas dan jenis produk yang diinginkan serta persepsi pelanggan tentang apa yang pelanggan yakini akan diperolehnya kalau mereka mengkonsumsi produk itu, bukan pada persepsi produsen (perusahaan) terhadap apa yang sedang ditawarkannya.
·         Riset harus berfokus pada kualitas dari produk, bukan pada kesalahan-kesalahan individual atau perusahaan.
·         Seluruh karyawan harus dilibatkan dalam mengembangkan ukuran-ukuran kepuasan pelanggan sehingga ukuran-ukuran itu akan menjadi lebih relevan dengan pekerjaan mereka sehari-hari.
·         Data kualitatif dan kuantitatif harus dikumpulkan.
·         Pertanyaan-pertanyaan dalam survai atau wawancara harus spesifik serta bersifat mudah untuk mengumpulkan dan mencatat data itu.
·         Instrumen riset harus dirancang sedemikian rupa sehingga manajemen dan/atau karyawan dapat mengambil tindakan berdasarkan hasil dari riset itu.
·         Penghargaan atau sistem insentif terhadap perubahan positif yang didasarkan pada hasil-hasil dari survai harus konkrit dan cukup berharga atau bernilai.

Pengukuran yang dilakukan seharusnya mempertimbangkan setiap aspek dari proses operasional yang mempengaruhi persepsi pelanggan tentang nilai kualitas. Melalui suatu survai pendahuluan yang bersifat eksploratif, dapat diidentifikasi semua atribut produk yang menentukan kepuasan pelanggan dan persepsi pelanggan tentang nilai kualitas dari produk itu. Atribut-atribut ini kemudian merupakan basis dari instrumen riset. Atribut-atribut yang sesuai dalam pengukuran akan berbeda untuk setiap perusahaan, tetapi pada umumnya atribut yang dipertimbangkan dalam pengukuran kualitas adalah sebagai berikut:
1.        Kualitas produk, yang mencakup:
a.         Performansi (performance), berkaitan dengan aspek fungsional dari produk itu.
b.        Features, berkaitan dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya.
c.         Keandalan (reliability), berkaitan dengan tingkat kegagalan dalam penggunaan produk itu.
d.        Serviceability, berkaitan dengan kemudahan dan ongkos perbaikan.
e.         Konformansi (conformance), berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan.
f.         Durability, berkaitan dengan daya tahan atau masa pakai dari produk itu.
g.        Estetika (aesthetics), berkaitan dengan desain dan pembungkusan dari produk itu.
h.        Kualitas yang dirasakan (perceived quality) bersifat subjektif, berkaitan dengan perasaan pelanggan dalam mengkonsumsi produk itu seperti: meningkatkan harga diri, moral, dan lain-lain.

2.        Dukungan purna-jual terutama yang berkaitan dengan waktu penyerahan dan bantuan yang diberikan, mencakup beberapa hal berikut:
a.       Kecepatan penyerahan, berkaitan dengan lamanya waktu antara waktu pelanggan memesan produk dan waktu penyerahan produk itu.
b.      Konsistensi, berkaitan dengan kemampuan memenuhi jadwal yang dijanjikan.
c.       Tingkat pemenuhan pesanan, berkaitan dengan kelengkapan dari pesanan-pesanan yang dikirim.
d.      Informasi, berkaitan dengan status pesanan.
e.       Tanggapan dalam keadaan darurat, berkaitan dengan kemampuan menangani permintaan-permintaan non standar yang bersifat tiba-tiba.
f.       Kebijakan pengembalian, berkaitan dengan prosedur menangani barang-barang rusak yang dikembalikan pelanggan.

3.        Interaksi antara karyawan (pekerja) dan pelanggan, mencakup:

a.       Ketepatan waktu, berkaitan dengan kecepatan memberikan tanggapan terhadap keperluan-keperluan pelanggan.
b.      Penampilan karyawan, berkaitan dengan kebersihan dan kecocokan dalam berpakaian.
c.       Kesopanan dan tanggapan terhadap keluhan-keluhan, berkaiatan dengan bantuan yang diberikan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang diajukan pelanggan.
Di samping berbagai atribut utama di atas, setiap organisasi bisnis seharusnya mengevaluasi elemen-elemen kunci dari operasi yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. Sebagai contoh, Uniroyal’s Rubber Division dalam membuat ranking terhadap pemasoknya (suppliers) berdasarkan pada: 40% aspek kualitas, 25% aspek harga, 20% aspek ketepatan waktu penyerahan, dan 15% aspek pelayanan (Schonberger, 1986). Sebagai contoh terlampir dikemukakan daftar pertanyaan dari beberapa perusahaan yang secara khusus dipergunakan untuk mengukur performansi kualitas.
.











No comments:

Post a Comment

http://idsly.com/9YTOFhH