Thursday, 20 October 2016

Direc costing dan analisa biaya



BAB III
DIRECT COSTING & ANALIS BIAYA
1.1    Kelemahan Akuntansi Biaya Penuh (Full Costing)
Penyajian (penghitungan) biaya produksi dalam metode full costing menurut akuntansi biaya (versi akuntansi keuangan) adalah sebagai berikut: biaya bahan baku + biaya tenaga kerja langsung + BOP variable + BOP tetap. Dengan penghitungan tersebut maka semua biaya produksi akan dibebankan kepada produk jadi. Seperti kita ketahui, bahwa tidak semua produk jadi tersebut akan laku terjual pada bulan yang bersangkutan. Dengan demikian sisa produk akan menjadi “sediaan produk jadi” (Finished Goods) yang masih ada di gudang.
Sehingga didalam penghitungan harga pokok penjualan maka nilai sediaan produk jadi. Saldo Awal produk jadi akan menambah harga pokok penjualan, sedangkan Saldo Akhir sebagai pengurang harga pokok penjualan.
Contoh implementasi Full Costing
PT Bayu Murti sebuah perusahaan manufaktur memiliki data sebagai berikut:
·         Kapasitas pabrik (normal) 100.000 unit per tahun atau 25.000 unit per triwulan. Sementara biaya produksi per unit produk adalah:
biaya bahan baku/unit
Rp 60,--

Upah langsung/unit
Rp 50,--

BOP Var/unit
Rp 15,--

BOP tetap/unit
Rp 20,--
(Rp 2.000.000,-- /Th).
Hg Pokok Prod./unit
Rp 145,--

·         Biaya usaha (operasi) variable Rp 25,--/unit
·         Biaya operasi tetap Rp 4.000.000,--/tahun
·         Harga jual/unit Rp 250,--.
Sedangkan data produksi, penjualan dan posisi saldo produk jadi setiap triwulan adalah sebagai berikut:
KETERANGAN
TRIWULAN
I
II
III
IV
Sediaan awal
-
-
5,000
-
Produksi
25,000
25,000
20,000
28,000
Penjualan
25,000
20,000
25,000
24,000
Sediaan akhir
-
5,000
-
4,000
Dari data tersebut, perhitungan laba rugi dengan menggunakan full costing (biaya penuh) bagi PT Bayu Murti setiap triwulan adalah sebagai berikut:





PT BAYU MURTI
LAPORAN LABA (RUGI) PER TRIWULAN TH: ..
(Metode Biaya Penuh atau Full Costing)
KETERANGAN
TRIWULAN
I
II
III
IV
Produk terjual (Unit)
25,000
20,000
25,000
24,000
Nilai Penjualan (Rp)
6,250,000
5,000,000
6,250,000
6,000,000
Harga Pokok Penjualan:




Saldo Awal
-
-
(725,000)
-
Harga Pokok Produksi
(3,625,000)
(3,625,000)
(2,900,000)
(4,060,000)
Saldo Akhir
-
725,000
-
580,000
*) Selisih kapasitas laba  (rugi)
-
-
(100,000)
60,000
Harga Pokok Penj. Sesungguhnya:
(3,625,000)
(2,900,000)
(3,725,000)
(3,420,000)
Laba Kotor:
2,625,000
2,100,000
2,525,000
2,580,000
Biaya Usaha variabel:
(625,000)
(500,000)
(625,000)
(600,000)
Biaya Usaha (Operasi) Tetap:
(1,000,000)
(1,000,000)
(1,000,000)
(1,000,000)
Laba Bersih:
1,000,000
600,000
900,000
980,000
*) Selisih kapasitas, adalah adanya selisih jumlah produksi sesungguhnya (actual) dengan kapasitas normal kali tariff BOP tetap, ( Trw III: selisih kapasitas kurang 5.000 unit x Rp 20,--, Tw IV selisih lebih 3.000 x Rp 20,--)
·         Dari contoh kasus tersebut maka terlihat bahwa terjadi perbedaan antara prestasi keuntungan triwulan I dengan triwulan III, walaupun dengan tingkat penjualan yang sama (25.000 unit). Pada triwulan I laba bersih mencapai Rp1.000.00,-- sementara triwulan ke III hanya Rp 900.000,--. Perbedaan tersebut terjadi karena triwulan ke III harus menanggung sebagian biaya triwulan sebelumnya yang masih terkandung didalam nilai sediaan saldo awal.
·         Metode full costing menekankan pentingnya peran aktivitas produksi (bukan konsentrasi pada aktivitas penjualan). Seperti terlihat adanya pembebanan selisih kapasitas dengan realisasinya. Apabila produksi lebih tinggi dari pada kapasitas normal, akan diakui adanya keuntungan  akibat produksi naik. Sementara apabila dalam satu periode terjadi penurunan produksi dari kapasitas normal, maka perusahaan akan mengalami kerugian akibat kapasitas yang tidak tercapai.
·         Metode full costing dalam membebankan BOP yang bersifat tetap (fixed cost) kedalam komponen harga pokok produksi memiliki kelemahan, karena apabila produk tidak habis terjual, maka biaya tersebut akan menjadi komponen nilai sediaan. Dengan demikian apabila sediaan semakin bertambah, maka seolah-olah keuntungan meningkat pula. Hal tersebut disebabkan biaya tetap akan terakumulasi terus dan akan menambah nilai sediaan.
3.2 Variable Costing atau   Direct Costing
Metode full costing berguna bagi kepentingan Akuntansi Keuangan. Tetapi untuk mengambil keputusan, utamanya untuk menetapkan harga jual (pricing) informasi tersebut menyesatkan. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa metode full costing membebankan semua BOP yang bersifat tetap kedalam harga pokok produksi. Sementara ada produk yang belum terjual sehingga harus masuk gudang sebagai sediaan. Dengan demikian harga pokok produksi per unit sangat dipengaruhi oleh kapasitas produksi yang dicapai pada periode yang bersangkutan.
Biaya tetap sebenarnya adalah merupakan biaya periode atau waktu, yang tidak ada hubungannya dengan kapasitas produksi. Artinya pada tingkat kapasitas produksi berapapun biaya tetap tersebut tetap harus dibayar. Dengan demikian untuk kepentingan pengambilan keputusan, penetapan harga pokok produksi dengan metode full costing menjadi tidak relevan.
Untuk menjembatani kepentingan penetapan harga jual maupun harga transfer produk jadi ada metode lain yang bisa digunakan yaitu: “metode biaya variable” (variable cost method) atau biasa disebut juga dengan istilah “metode biaya langsung” (direct costing method).
Metode biaya variable (direct costing) pada dasarnya adalah menyajikan penghitungan harga pokok produksi tanpa unsure biaya tetap. Artinya hanya biaya variable atau biaya yang berhubungan langsung saja yang dibebankan kepada harga pokok produksi. Sementara biaya tetap merupakan biaya periode yang berhubungan dengan waktu, maka unsure biaya tetap produksi langsung dilaporkan dalam laporan laba rugi.
Jadi perbedaan pokok antara full costing dan variable costing dalam penghitungan harga pokok produksi adalah:
·         Full costing menganggap BOP tetap merupakan komponen biaya produksi, jadi harus dibebankan kepada produk, baik yang terjual maupun yang masih dalam sediaan di gudang. Sementara yang masuk kategori biaya periode adalah biaya tetap operasi (biaya usaha).
·         Direct costing menganggap biaya produksi adalah biaya langsung dan bersifat variable, sementara seluruh komponen biaya tetap dimasukkan sebagai biaya periode.
Dengan menggunakan contoh terdahulu maka perhitungan harga pokok produksi dan laporan laba (rugi) menggunakan metode direct costing adalah sebagai berikut:
PT Bayu Murti sebuah perusahaan manufaktur memiliki data:
·         Kapasitas pabrik (normal) 100.000 unit per tahun atau 25.000 unit per triwulan. Sementara biaya produksi per unit produk adalah:
biaya bahan baku/unit
Rp 60,--

Upah langsung/unit
Rp 50,--

BOP Var/unit
Rp 15,--

Hg Pokok Prod./unit
Rp 125,--

·         BOP tetap per tahun: Rp2.000.000,-- (Rp 500.000,--/triwulan).
·         Biaya usaha (operasi) variable Rp 25,--/unit
·         Biaya operasi tetap Rp 4.000.000,--/tahun
·         Harga jual/unit Rp 250,--.
Sedangkan data produksi, penjualan dan posisi saldo produk jadi setiap triwulan adalah sebagai berikut:
KETERANGAN
TRIWULAN
I
II
III
IV
Sediaan awal
-
-
5,000
-
Produksi
25,000
25,000
20,000
28,000
Penjualan
25,000
20,000
25,000
24,000
Sediaan akhir
-
5,000
-
4,000
Dari data tersebut, perhitungan laba rugi dengan menggunakan direct costing (biaya variabel) bagi PT Bayu Murti setiap triwulan adalah sebagai berikut:
PT BAYU MURTI
LAPORAN LABA (RUGI) PER TRIWULAN TH: ..
(Metode Biaya Variabel atau Direct Costing)
KETERANGAN
TRIWULAN
I
II
III
IV
Produk terjual (Unit)
25,000
20,000
25,000
24,000
Nilai Penjualan (Rp)
6,250,000
5,000,000
6,250,000
6,000,000
Harga Pokok Penjualan:




Saldo Awal
-
-
(625,000)
-
Harga Pokok Produksi
(3,125,000)
(3,125,000)
(2,500,000)
(3,500,000)
Saldo Akhir
-
625,000
-
500,000
Harga Pokok Penj.:
(3,125,000)
(2,500,000)
(3,125,000)
(3,000,000)
Biaya Usaha variabel:
(625,000)
(500,000)
(625,000)
(600,000)
Jumlah biaya variabel:
(3,750,000)
(3,000,000)
(3,750,000)
(3,600,000)
Marjin Kontribusi
2,500,000
2,000,000
2,500,000
2,400,000
Biaya tetap Produksi:
(500,000)
(500,000)
(500,000)
(500,000)
Biaya Usaha (Operasi) Tetap:
(1,000,000)
(1,000,000)
(1,000,000)
(1,000,000)
Laba Bersih:
1,000,000
500,000
1,000,000
900,000
Dengan membandingkan laporan laba (rugi) antara metode “full costing” dengan metode “direct costing”, paling tidak ada 3 hal yang membedakan yaitu:
(a)    Penentuan harga pokok produksi; metode full costing memasukkan BOP tetap kedalam penghitungan harga pokok produksi. Sehingga nilai persediaan (yang belum terjual) menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan metode direct costing. Metode direct costing hanya memasukkan unsure biaya variable kedalam penghitungan harga pokok produksi. Sementara BOP tetap dianggap merupakan biaya periode yang langsung diperhitungkan dalam laporan laba (rugi).
(b)   Istilah laba kotor (Penjualan – Harga Pokok Pejualan), tidak ada dalam metode direct costing. Dalam metode direct costing istilah laba kotor diganti dengan marjin kontribusi (contribution margin), yaitu suatu konsep antara selisih nilai penjualan (revenue) setelah dikurangi dengan seluruh komponen biaya variable. Marjin kontribusi (contribution margin) adalah kelebihan nilai penjualan setelah dikurangi biaya variable yang tersedia untuk menutup seluruh biaya tetap perusahaan.
(c)    Laba bersih operasi; perbedaan angka laba operasi menurut metode full costing dibandingkan dengan metode direct costing disebabkan (dipengaruhi) nilai sediaan yang belum terjual. Nilai sediaan menurut full costing dengan metode direct costing berbeda karena unsure BOP tetap. Metode full costing memasukkan unsure BOP tetap kedalam harga pokok produksi sementara metode direct costing hanya memasukkan unsure variable saja kedalam harga pokok produksi.
Perlu diketahui bahwa penyajian laporan laba (rugi) dengan metode direct costing hanya digunakan untuk kebutuhan pengambilan keputusan internal. Metode direct costing tidak bisa digunakan untuk menyajikan laporan keuangan sesuai kaidah (standar akuntansi keuangan). Artinya untuk penyajian laporan keuangan bagi pihak eksternal, tetap harus menggunakan metode full costing.
3.3    Manfaat Direct Costing Bagi Keputusan Manajemen.
Seperti dijelaskan sebelumnya, bahwa penghitungan harga pokok produksi dengan metode direct costing, murni hanya untuk keperluan manajemen internal perusahaan, dan tidak diperbolehkan untuk memberikan informasi bagi pihak eksternal perusahaan. Dan direct costing lebih informative dibandingkan dengan full costing, apabila untuk keperluan pengendalian biaya, sebagai perencanaan laba dan pengambilan keputusan yang lain.
Paling tidak ada tiga manfaat bagi manajemen atas informasi yang disajikan metode direct costing, antara lain adalah:
(a)    Direct costing untuk perencanaan laba; perencanaan laba (profit planning), adalah merupakan aktivitas perencanaan operasi secara menyeluruh baik jangka panjang maupun jangka pendek. Dalam hal ini direct costing bermanfaat untuk membuat perencanaan laba jangka pendek. Direct costing pada dasarnya memisahkan biaya variable dengan biaya yang bersifat tetap. Dengan demikian marjin kontribusi akan diketahui (baik per unit maupun secara total). Marjin kontribusi adalah selisih antara nilai penjualan (-) biaya variable. Dengan memahami konsep tersebut, maka manajemen bisa merencanakan pada tingkat penjualan berapa perusahaan akan pulang pokok, berapa penjualan terendah (minimum) harus dilakukan dan sebagainya.
Contoh kasus 1:
Umpama diketahui bahwa harga jual/unit produk Rp 1.000,--, sementara biaya variable/unit adalah Rp 400,-- biaya tetap perusahaan adalah Rp 450.000,--, maka pada tingkat penjualan berapa unitkah agar perusahaan bisa pulang pokok (break event point) yaitu kondisi tidak menderita rugi dan tidak mendapatkan laba?
Jawab:
Pulang pokok dalam unit (volume) bisa dicari dengan rumus:





BEP U = BT/CMU
 

·         BEP U :Titik pulang pokok dlm volume.
·         BT  : Total biaya tetap.
·         CMU : contribution margin/unit (Hg jual / unit – biaya variable/unit
 

 
                                                     Dimana :




Dengan demikian titik pulang pokok dalam unit (volume penjualan) bisa dicari sebagai berikut:
Kontribusi marjin per unit = Rp 1.000,--  -  Rp 400,--   =  Rp 600,--
Volume penjualan pada kondisi pulang pokok adalah: Rp 450.000,--  :  Rp 600 = 750 unit.
(b)   Direct costing membantu pricing (penetapan harga jual); kondisi pasar dalam persaingan yang semakin ketat menuntut manajemen agar bisa mengambil keputusan yang berhubungan dengan penetapan harga (pricing) dengan cepat. Berikut adalah contoh kasus yang berhubungan dengan penurunan harga jual untuk memperluas pangsa pasar, sehingga pada gilirannya bisa meningkatkan laba perusahaan.
Contoh kasus 2: (keputusan peluasan pasar)
Sebuah pabrik memiliki kapasitas 100.000 unit, sementara pangsa pasar 75.000 unit. Harga jual Rp 1.000,--/unit, dengan biaya variable Rp 600,-- /unit. Biaya tetap Rp 25.000.000,-- Apabila perusahaan bisa menurunkan harga jual menjadi Rp 950,-- per unit, maka volume penjualan bisa ditingkatkan menjadi 100.000 unit sesuai kapasitas pabrik. Saudara sebagai seorang Akuntan Manajemen mendapat tugas untuk melakukan analisa tersebut, apakah keputusan untuk menurunkan harga jual tersebut secara agregat menguntungkan atau tidak.
Jawab :
Untuk menyelesaikan kasus tersebut bisa dilakukan dengan table berikut:
Keterangan
Sbl perluasan
ssdh perluasan
Unit terjual
75,000
100,000
Harga jual/unit
1,000
950
Vaariable cost/unit
(600)
(600)
Contribution Margin
400
350
Total contribution margin
30,000,000
35,000,000
Total Biaya Tetap
(25,000,000)
(25,000,000)
Laba Bersih
5,000,000
10,000,000
Dari table tersebut terlihat bahwa dengan menurunkan harga jual dari Rp 1.000,-- menjadi Rp 950,--, ternyata  bisa meningkatkan pasar lebih dari 30% dan kapasitas produksi bisa meningkat. Sedangkan keputusan tersebut selain bisa meningkatkan pangsa pasar juga menghasilkan keuntungan lebih tinggi (dari Rp 5.000.000,-- menjadi Rp 10.000.000,-- yang berarti laba naik 100%).
(a)    Direct costing juga bisa membantu manajemen dalam pengambilan keputusan lain yang bersifat jangka pendek. Analisa contribution margin (marjin kontribusi) juga berguna untuk pemecahan antara lain masalah-masalah: memasuki pasar baru, pesanan-pesanan khusus dan sebagainya.
Contoh kasus 3:
Sebuah perusahaan memiliki data produksi dan biaya produksi sebagai berikut:
·         Kapasitas produksi 1.000 unit, yang baru terpakai 75% (750 unit).
·         Harga pokok produksi per unit dengan menggunakan metode full costing adalah sebesar  : Rp 800,--/ (biaya variable Rp 500,--/unit dan BOP tetap Rp 300,-- per unit). Tarip biaya tetap diperoleh dari total biaya tetap Rp 300.000,-- dibagi dengan kapasitas 1.000 unit.
·         Perusahaan mendapat pesanan khusus sebanyak 200 unit dengan harga Rp 700,--/unit
·         Sementara harga jual di pasar untuk produk tersebut adalah Rp 1.000,-- per unit.
Ditanya: apakah pesanan khusus tersebut bisa diterima atau ditolak.
Jawab :
Pesanan khusus bisa diterima, apabila syarat-syarat berikut terpenuhi:
·         Harga pesanan > biaya variable, sehingga masih bisa memberikan marjin kontribusi.
·         Kapasitas produksi masih tersedia untuk memenuhi pesanan tersebut.
·         Tidak akan mempengaruhi harga pasar (pesanan tersebut tidak untuk dijual kembali)
·         Hasil penghitungan dengan menerima pesanan khusus tersebut adalah sebagai berikut:

Keterangan
kondisi existing
pesanan khusus
Unit dijual
750
200
harga jual/unit
1,000
700
Variabel cost/unit
(500)
(500)
Marjin Kontribusi/unit
500
200
Total Marjin Kontribusi
375,000
40,000
Total Biaya Tetap:
(300,000)
-
Laba bersih:
75,000
40,000
Kesimpulan: dengan menerima pesanan khusus tersebut, maka perusahaan mendapatkan tambahan keuntungan sebesar: Rp 40.000,--. Jadi walaupun harga pesanan khusus tersebut dibawah harga jual di pasar dan bahkan dibawah harga pokok produksi (metode full costing), selayaknya diterima karena masih ada sisa kapasitas.
3.4    Latihan
1.      PT Whisnu Murti sebuah perusahaan manufaktur memiliki data sebagai berikut:
·            Kapasitas pabrik (normal) 1000.000 unit per tahun atau 250.000 unit per triwulan. Sementara biaya produksi per unit produk adalah:
·            Biaya usaha (operasi) variable Rp 15,--/unit
biaya bahan baku/unit
Rp 40,--

Upah langsung/unit
Rp 20,--

BOP Var/unit
Rp 15,--

BOP tetap/unit

(Rp 15.000.000,-- /Th).
·         Biaya tetap manajemen umum dan pemasaran Rp 6.000.000,--/tahun
·         Harga jual/unit Rp 200,--.
Sedangkan data produksi, penjualan dan posisi saldo produk jadi setiap triwulan adalah sebagai berikut:
KETERANGAN
TRIWULAN
I
II
III
IV
Sediaan awal
-
-
5,000
-
Produksi
25,000
25,000
20,000
28,000
Penjualan
25,000
20,000
25,000
24,000
Sediaan akhir
-
5,000
-
4,000
Dari data tersebut Saudara diminta membuat:
(a)    Laporan laba rugi menurut metode full costing.
(b)   Laporan laba (rugi) menurut metode direct costing.

2.      PT Kartika membuat suatu produk yang dijual dengan harga/unit sebesar Rp 5.000,--, sementara biaya variable/unit adalah Rp 2.000,-- biaya tetap perusahaan secara total adalah Rp 4.500.000,--,
Ditanya:
(a)    Pada tingkat penjualan berapa unitkah perusahaan bisa pulang pokok (break event point)?
(b)   Apabila perusahaan menghendaki tingkat keuntungan sebesar Rp 5.000.000,-- berapa unitkah volume penjualan harus dicapai?
3.      PT Gavra memiliki pabrik dengan kapasitas terpasang 1.000.000 unit, sementara kapasitas normal baru terpakai 80%, sesuai dengan pangsa pasar yang dimiliki perusahaan yaitu: 800.000 unit. Harga jual Rp 1.000,--/unit, dengan biaya variable Rp 600,-- /unit. Biaya tetap total Rp 240.000.000,-- Apabila perusahaan bisa menurunkan harga jual menjadi Rp 950,-- per unit, maka volume penjualan bisa ditingkatkan mendekati kapasitas terpasang yaitu sebesar: 950.000 unit. Saudara sebagai seorang Akuntan Manajemen mendapat tugas untuk melakukan analisa tersebut, apakah keputusan untuk menurunkan harga jual tersebut secara agregat menguntungkan perusahaan atau tidak.
4.      Sebuah perusahaan sepatu memiliki data produksi dan biaya produksi sebagai berikut:
·         Kapasitas produksi 1.000.000 unit, yang baru terpakai 75% (750.000 unit).
·         Harga pokok produksi per unit dengan menggunakan metode full costing adalah sebesar  : Rp 70.000,--/ (biaya variable Rp 50.000,--/unit dan BOP tetap Rp 20.000,-- per unit). Tarip biaya tetap yang dibebankan adalah dari total biaya tetap sebesar Rp 20.000.000.000,-- dibagi dengan kapasitas penuh (1.000.000 unit).
·         Perusahaan mendapat pesanan khusus sebanyak 200 unit dengan harga Rp 65.000,--/unit
·         Sementara harga jual sepatu tersebut di pasar adalah sebesar Rp 90.000,-- per unit.
Ditanya: apakah pesanan khusus tersebut bisa layak diterima atau harus ditolak. Jawaban Saudara harus disertai perhitungan dan alas an yang masuk akal.

No comments:

Post a Comment

http://idsly.com/9YTOFhH